Nenek Miskin Asal Kalikalong Pati, Dapat Tekanan Dari Bank Atas Hutang Anaknya

Nasional, News721 Dilihat
Views: 5816
0 0
banner 468x60
Read Time:5 Minute, 23 Second

MokiNews.com, PATI-Darsi, 63 tahun, asal Desa Kalikalong, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati. Perempuan miskin yang bekerja sebagai buruh serabutan dan sebagai tukang pijat. Darsi juga tidak bisa membaca dan menulis. Darsi hanya diajarkan menuliskan tanda tangan, selain dari itu dia tidak tahu.

Darsi terpaksa harus berurusan dengan lembaga keuangan dan akan disitanya tanah dan rumah.

banner 336x280

Kasus ini berawal pada tahun 2018, saat Darsi dan suaminya menyetujui menjadi penjamin karena sebagai pemilik sertifikat tanah dan bangunan terhadap kredit yang diajukan oleh anaknya bernama Darmanto ke salah satu BPR di Juwana Kabupaten Pati.

Pengajuan kredit tersebut akan digunakan oleh Darmanto untuk memperluas usaha jasa pengangkutan yang dimilikinya. Sejak awal Darsi sudah menyampaikan kepada anaknya maupun kepada lembaga keuangan, mau menyetujui jika pinjaman yang akan diambil maksimal 70.000.000,00 (Tujuh Puluh Juta Rupiah). Dengan perkiraan jika anaknya tidak dapat mengangsur, Darsi dapat membantunya.

Ternyata, setelah 4 (empat) bulan pasca pencairan, anaknya tidak bisa membayar angsuran dan kabur meninggalkan rumah. Darsi mengetahui ketika pegawai lembaga keuangan (BPR JAS) datang kerumah dan mengatakan jika anaknya kabur dan Darsi harus membayar angsuran sebesar sebesar Rp. 7.600.000., (Tujuh juta enam ratus ribu rupiah) setiap bulannya. Jika tidak tanah dan rumahnya akan dilelang. Dengan polos Darsi menyampaikan jika hanya sanggup membayar angsuran setiap bulan sebesar Rp. 2.000.000,- sampai Rp. 3.000.000,-. Selain itu Darsi juga meminta lembaga keuangan untuk mencari truck yang dibawa anaknya. Apabila sudah bertemu digunakan untuk gunakan untuk membayar hutang tersebut.

Darsi berpikiran jika anaknya hanya meminjam uang sebesar Rp. 70.000.000. Beberapa hari kemudian Pegawai lembaga keuangan menghubungi Darsi menginformasikan mobil truknya sudah ditemukan di tempat pegadaian dan pihak BPR JAS telah menjual truk tersebut dengan harga Rp. 130.000.000,- (seratus tiga puluh juta rupiah).

Pihak BPR JAS menjelaskan jika uang sebanyak 30.000.000 (tiga puluh juta) juta digunakan untuk menutup gadai dan 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) digunakan untuk biaya servis.

Sehingga setahu Darsi Rp. 90.000.000,- (sembilan puluh juta rupiah) juta digunakan untuk membayar hutang Darmanto. Namun proses transaksi jual beli tidak dilakukan bersama Darsi oleh pihak BPR JAS dan Darsi tidak mendapatkan bukti apapun semua transaksi tersebut.

Pada bulan September 2018 Darsi kembali didatangi pegawai pegawai BPR JAS untuk menandatangi berkas. Namun pihak BPR JAS tidak menjelaskan kepada Darsi isi berkas tersebut. Pegawai BPR JAS hanya meminta Darsi tanda tangan. Dokumen yang ditanda tangani pun Darsi tidak mendapatkannya.

Darsi hanya menerima selembar kertas yang menerangkan jtelah melakukan pencairan kredit sebesar 140.000.000,- (Seratus Empat Puluh Juta Rupiah). Inipun baru diketahui Darsi setelah bertemu dengan pendamping hukum. Darsi tidak tahu dan tidak pernah menerima uang sepersepun dari BPR JAS tersebut.

Tahun 2019 pihak BPR JAS kembali mendatangi rumah Darsi dan menandatangani dokumen jika tidak mau tanda tangan rumahnya akan dilelang. Darsi terpaksa mendandatangani dokumen tersebut.

Sejak bulan September 2018- Desember 2020 atau sebanyak 23 (dua puluh tiga) bulan Darsi telah menyetorkan uang yang secara keseluruhan sebesar Rp. 60.900.000,-(enam puluh juta Sembilan ratus ribu rupiah). Namun pihak BPR JAS terus mendatangi rumah Darsi dan menyampaikan hutang Darsi masih 152.000.000 (Seratus Lima Puluh Dua Juta). Jika tidak segera membayar rumah akan dilelang. DARSI dan suami kebingungan meskipun sudah membayar angsuran hutang tidak berkurang dan ancaman pelelangan rumah menjadikan Darsi nenek tua miskin ini tidak berdaya.

Anak bungsu Darsi bernama Eko pernah meminta dokumen kredit atas nama kakaknya dan ibunya kepada BPR JAS namun tidak diberikan.

Penasehat Hukum Darsi, Dian Puspitasari, S.H saat klarifikasi dengan BPR JAS pada tanggal 10 Agustus 2021, Pihak BPR JAS yang diwakili oleh Tejo Direktur Utama dan Desi Direktur menyampaikan, kalau secara sadar Darsi sudah menyetujui peralihan dari penjamin menjadi peminjam kredit (Debitur).

Lebih lanjut disampaikan, jika Darsi tidak menyepakati maka proses peralihan dari penjamin menjadi debitur tidak akan terjadi. Perihal Perjanjian kredit yang tidak diberikan, pihak BPR JAS beralibi karena ibu Darsi tidak memintanya.

Penasehat Hukum Dian Puspitasari, S.H mengatakan,”Dalam Proses klarifikasi kami juga mempertanyakan perihal setoran yang tidak bertanggal dan tidak tercatat dalam buku rekening maupun dalam riwayat kredit. Total setoran tanpa waktu yang Darsi setorkan sebesar Rp. 12. 200.000,- (dua belas juta dua ratus ribu rupiah). Atas temuan tersebut, pihak katanya akan mempelajari dahulu,”katanya.

“Selain itu terkait penjualan dua buah truck pihak BPR JAS yang waktu itu diwakili oleh Direktur lama hanya mempertemukan Darsi dan Pembeli. Sementara proses transaksi jual beli dilakukan oleh mereka sendiri. Padahal proses peralihan Darsi sebagai Penjamin menjadi Debitur harus dilaksanakan secara transparan dan jelas serta mempertimbangkan kondisi Darsi. Sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/Pojk.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan yang menyatakan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang menggunakan strategi pemasaran produk dan/atau layanan yang merugikan Konsumen dengan memanfaatkan kondisi Konsumen yang tidak memiliki pilihan lain dalam mengambil keputusan. BPR Juga terkesan berorientasi untuk mendapatkan laba sebesar-besarnya tanpa memperdulikan ketentuan perundang-undangan,”jelas Dian lagi.

“Jadi, BPR JAS seakan memanfaatkan kondisi Darsi yang sudah lansia, tidak bisa membaca dan menulis, minim informasi perkreditan digunakan untuk mencari keuntungan usahanya. Hal ini bertentangan dengan Pasal 4 huruf (f) dan (g) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang menyatakan bahwa konsumen berhak untuk mendapatkan atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Serta hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif,”ujar Dian lagi kepada mokinews.com.

“BPR JAS telah menyalahi prosedur pemberian kredit sebagaimana di tetapkan oleh OJK. Karena tidak memberikan dokumen yang dapat dijadikan acuan tentang pinjaman yang seakan diajukan. Bahwa berdasarkan Pasal 4 ayat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/Pojk.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan menyatakan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menyediakan dan/atau menyampaikan informasi mengenai produk dan/atau layanan yang akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan. (2) Informasi tersebut dituangkan dalam dokumen atau sarana lain yang dapat digunakan sebagai alat bukti. Adapun infromasi yang dimaksud adalah :
a. mengenai hak dan kewajibannya;
b. disampaikan pada saat membuat perjanjian dengan Konsumen; dan
c. dimuat pada saat disampaikan melalui berbagai media antara lain melalui iklan di media cetak atau elektronik.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut kami menuntut kepada Otoritas jasa Keuangan untuk:

  1. Melakukan investigasi terhadap praktek-prkatek penyaluran kredit yang merugikan konsumen.
  2. Melakukan pengawasan secara intensif dan berkala kepada BPR JAS;
  3. Memberikan sanksi tegas kepada BPR JAS.
  4. Perlindungan hukum kepada Ibu Darsi selaku Konsumen dan memastikan hak-hak ibu Darsi terpenuhi,”pungkas Dian Puspitasari, S.H. (Aris)
Happy
Happy
0
Sad
Sad
0
Excited
Excited
0
Sleepy
Sleepy
0
Angry
Angry
0
Surprise
Surprise
0
banner 336x280

Komentar